1. Pengantar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, pemikiran
adalah ‘proses, cara, berbuat memikir’. Pemikiran merupakan bukti bahwa
manusia tidak hanya sekadar mencari makan untuk hidup, tetapi juga
mencari perbaikan untuk kemaslahatan umat manusia. Sejak masa Yunani
kuno hingga abad modern ini, para pemikir terus bermunculan dan
sumbangan pemikirannya terus diingat dan dipelajari. Salah satu tokoh
pemikir dari Indonesia adalah Sutan Sjahrir.
Sutan Sjahrir yang merupakan tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia
telah banyak sekali menyumbangkan pemikirannya demi kemajuan Indonesia
yang ia cita-citakan. Sumbangan pemikirannya, antara lain di bidang
politik, ekonomi, dan sosial. Menurut Rosihan Anwar, sumbangan terbesar
Sutan Sjahrir untuk bangsa Indonesia adalah ideologi dan konsep
sosialisme kerakyatan. Sosialisme kerakyatan adalah gagasan Sutan
Sjahrir yang lahir dari pengalamannya belajar di Belanda dan
pengamatannya terhadap situasi sosial-politik pada tahun 1930-1940-an.
2. Riwayat Hidup Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir lahir, di Padang Panjang, pada 5 Maret 1909. Ayahnya,
Maharaja Sutan Mohammad Rasjad adalah seorang Hoofd Jaksa. Sejak kecil,
Sjahrir memperoleh pendidikan yang teratur dari ayahnya (Sarah, 2006:
241). Pendidikan pertamanya diterima melalui Europese Lagere School
(ELS) Medan. Setamat ELS, Sjahrir melanjutkan ke MULO yang berada di
kota Medan juga. Pada tahun 1926, Sjahrir yang baru lulus dari MULO
Medan hijrah ke Bandung untuk melanjutkan sekolah di AMS-A Bandung.
Ketika di AMS-A Bandung, Sjahrir bergabung dan aktif dalam organisasi
kepemudaan Jong Indonesia. Organisasi tersebut kemudian berubah menjadi
Pemuda Indonesia dan Sjahrir diangkat sebagai ketuanya. Selain itu,
Sjahrir juga aktif dalam perkumpulan Bandungse Toneel Vereniging van
Indonesische Studerenden (Batovis) yang berkonsentrasi pada
pemberantasan buta huruf. Sjahrir pun pada akhirnya ikut mendirikan
organisasi yang bergerak di bidang pemberantasan buta huruf, yaitu
Perguruan Nasional Cahaya, di Bandung.
Pada tahun 1929, setamat AMS-A, Sjahrir melanjutkan pendidikannya ke
negeri Belanda., tepatnya di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam. Akan
tetapi, di negeri orang tersebut, Sjahrir tidak melulu belajar hukum. Ia
juga mempelajari filsafat, sejarah perkembangan masyarakat dan negara,
dan sejarah kemanusiaan. Kegiatan Sjahrir di Belanda selain kuliah
adalah bekerja dan aktif di Perhimpunan Indonesia. Ia bekerja di
sekretariat Federasi Buruh Transpor Internasional yang berkaitan dengan
sosialisme dan gerakan sosialis. Dari pekerjaannya itulah, Sjahrir
mengenal dan mendalami sosialisme.
Pada tahun 1931, Soekarno ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan
PNI yang dipimpinnya dibubarkan. Mendengar berita tersebut, Sjahrir
memutuskan untuk menghentikan studinya di Belanda dan kembali ke
Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia, Sjahrir bergabung dalam PNI yang
baru, yaitu PNI-Golongan Merdeka. Pada 31 Desember 1931, Sjahrir
menjabat sebagai ketua umum Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) dan
tsetelah Bung Hatta kembali ke tanah air, PNI dipimpin bersama-sama oleh
Sjahrir dan Hatta. PNI pimpinan Sjahrir-Hatta ini merupakan suatu
partai-kader yang berasaskan self-help sehingga jika para pemimpin
partai tertangkap Belanda, para anggotanya yang telah terlatih dan
memiliki kesadaran politik tetap dapat melanjutkan perjuangan PNI.
Pada tahun 1933-1934, selain memimpin PNI, Sjahrir juga memimpin
Centraal Persatuan Buruh Indonesia. Ia menginginkan Indonesia yang bebas
dari pengaruh kapitalisme dan imperialisme, tapi pemerintah Hindia
Belanda menganggap hal tersebut sebagai pemberontakan terhadap
pemerintah. Pada 16 November 1934, Sjahrir ditangkap dan dibuang ke
Tanah Merah, Boven Digul. Pada tahun 1936, ia dipindahkan ke Banda Neira
dan dibebaskan pada tahun 1942.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Sjahrir bersama dengan
mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa di Jakarta
mengadakan pergerakan bawah tanah untuk menentang fasisme Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya 16 Oktober 1945, Sjahrir
terpilih menjadi ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat.
Pada bulan yang sama juga, Sjahrir menulis risalah Perjuangan Kita.
Dalam risalah tersebut, Sjahrir mengatakan bahwa revolusi Indonesia
harus dipimpin oleh golongan revolusioner, demokratis, dan bukan
nasionalis yang rela dijadikan kaki tangan fasisme Jepang. Selain itu,
dalam risalah tersebut, Sjahrir menolak sistem partai tunggal negara.
Pada tanggal 14 November 1945, Presiden Soekarno menyetujui Sjahrir
untuk membentu kabinet parlementer. Kemudian Sjahrir diangkat menjadi
perdana menteri sekaligus menteri luar negeri dan menteri dalam negeri.
Sjahrir merupakan perdana menteri termuda di dunia kala itu, yaitu 36
tahun usianya ketika dinobatkan sebagai perdana menteri. Ia menjabat
tiga amanah tersebut selama dua tahun (1945-1947).
Setelah penyerahan kedaulatan negara pada tahun 1949, Sjahrir tidak
pernah memegang jabatan pemerintahan lagi. Ia mendirikan Partai Sosialis
Indonesia (PSI) di bulan Februari 1948 dan pada 17 Agustus 1960, partai
tersebut dibubarkan oleh Soekarno. Dua tahun kemudian, Sjahrir
ditangkap oleh pemerintah RI dan ditahan di Madiun. Di dalam tahanan,
kesehatan Sjahrir memburuk karena tekanan darah tinggi yang dimilikinya.
Pada tahun 1965, Sjahrir diizinkan untuk berobat ke Zurich, Swiss,
tetapi tetap dalam status tahanan politik. Pada 9 April 1966, Sjahrir
meninggal dunia di Zurich, Swiss. Semasa hidupnya, Sjahrir memiliki dua
anak, yaitu Kriya Arsyah dan Siti Rabya Parwati, dan seorang istri,
yaitu Siti Wahjunah. Ketika di Belanda, ia pernah menikah dengan Maria
Duchateau, tetapi kandas karena situasi Perang Dunia II.
3. Sosialisme Kerakyatan: Pemikiran Sutan Sjahrir
Menurut Sutan Sjahrir, sosialisme adalah suatu cita-cita, suatu
ajaran, suatu pandangan hidup, dan suatu gerakan untuk mengubah
masyarakat hidup bersama, serta kehidupan kita umumnya (Anwar, 1966:
67). Sebagai ajaran politik, sosialisme bermuka dua. Muka/sifat pertama
sosialime adalah mereka memihak golongan miskin dan tidak berpunya,
yaitu kamu proletar. Dengan ajarannya yang militan, mereka menuntut
persamaan derajat manusia dalam semua bidang kehidupan. Sifat yang
pertama ini mengemuka pada zaman kapitalisme masih muda, yaitu antara
seratus hingga tujuh puluh tahun yang lalu. Pada zaman itu, sifat
seorang sosialis pastilah memusuhi dan membenci golongan kapitalis dan
berkuasa. Muka/sifat kedua sosialisme adalah sifatnya sebagai suatu
ajaran untuk menyusun pergaulan hidup atas dasar yang lain dari yang
telah dialami dan berlaku di dalam masyarakat yang bersendikan
kepercayaan akan milik pribadi sebagai berhala dan alat gaib untuk
mempercepat kemajuan serta kemakmuran manusia (Sjahrir, 1982: 71).
Sebenarnya, dasar tuntutan sosialisme adalah moral. Sosialisme memihak
pada orang kebanyakan, orang yang miskin dalam segala segi kehidupan.
Sosialisme menentang penindasan, penghisapan, dan kesewenang-sewenangan
golongan kecil yang berkuasa terhadap golongan besar yang lemah.
Keberpihakan sosialisme tersebut karena kemanusiaan, dalam sosialisme,
adalah yang kebanyakan itu. Jadi, dasar dan jiwa sosialisme adalah rasa
kemanusiaan.
Mengenai sosialisme di luar Indonesia, seperti di Rusia, Cina, dan
Myanmar, Sjahrir menyebutnya bukan sebagai sosialisme, tetapi komunisme
kominform. Menurut Sjahrir, ajaran Lenin, Stalin, Dimitrov, dan Mao Tse
Dong yang mengharuskan Partai Komunis berkuasa dalam suatu negara dengan
cara apapun, baik pemberontakan atau aksi massa, merupakan sistem kelas
yang diberi pakaian baru. Hal itu karena dalam perebutan kekuasaan
tersebut, sebagian dari suatu bangsa/negara yang tidak sepaham dengan
komunis kominform yang disebut musuh dan harus disingkirkan dan ada
sebagian dari suatu bangsa yang sepaham dengan komunis kominform yang
disebut teman. Sjahrir berpendapat bahwa tujuan sebenarnya dari
komunisme kominform, bukanlah persamaan derajat manusia dalam segala
bidang, melainkan monopoli kekuasaan yang disebut diktatur proletariat
atau terkadang, untuk keperluan politis, dinamakan diktatur demokrasi.
Sosialisme yang diinginkan Sutan Sjahrir untuk Indonesia adalah
sosialisme kerakyatan. Sosialisme kerakyatan berbeda dari
sosialisme-nasional milik Hitler atau sosialisme milik Moskow. Perbedaan
tersebut bukan hanya perbedaan teori, tetapi juga dalam praktek.
Sosialisme milik Hitler atau Moskow, yang disebut komunis kominform oleh
Sjahrir, dalam prakteknya, memungkiri adanya persatuan dan persamaan
manusia. Para kaum komunis kominform belajar solidaritas kelas dalam
teori, tetapi dalam prakteknya, mereka hanya mengutamakan partainya.
Sosialisme kerakyatan adalah sosialisme yang didasarkan pada
kerakyatan dalam arti kepercayaan bahwa rakyat dan bangsa kita, pada
umumnya, akan menerima dengan keyakinannya sendiri segala kebajikan yang
jelas tampak jika dibandingkan dengan sistem kapitalisme (Sjahrir,
1982: 78). Sosialisme kerakyatan menjunjung tinggi jiwa kemanusiaan dan
solidaritas kemanusiaan. Sosialisme kerakyatan bersifat kemanusiaan
umum, yaitu tidak ditujukan atau memihak satu golongan tertentu, seperti
golongan proletar atau golongan buruh. Solidaritas kelas, dalam
sosialisme kerakyatan, berada dibawah solidaritas kemanusiaan. Jadi,
perjuangan kelas dianggap benar jika tidak melanggar nilai-nilai
kemanusiaan.
Kata kerakyatan dalam sosialisme kerakyatan bukan hanya sebagai
pelengkap pengertian sosialisme, melainkan juga sebagai suatu
penghayatan dan penegasan bahwa sosialisme yang diperjuangkan adalah
pemerintahan rakyat yang dilaksanakan oleh rakyat sendiri dan untuk
rakyat. Menurut Sjahrir, sosialisme kerakyatan harus mengandung hak-hak
kemanusiaan sebagai berikut. Pertama, hak tiap orang untuk mempunyai
kehidupan pribadi tanpa gangguan dari negara. Kedua, persamaan tiap
warga negara dalam hukum tanpa pandang turunan, suku, ras, jenis
kelamin, agama, dan warna kulit. Ketiga, perwakilan rakyat yang dipilih
dalam pemilihan merdeka, yang sama dan rahasia. Keempat, pemerintah yang
dilakukan oleh mayoritas dengan menjunjung tinggi hak-hak minoritas.
Kelima, pembuatan undang-undang dalam kekuasaan perwakilan rakyat.
Keenam, pengadilan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah (Anwar, 1966:
69).
Sosialisme kerakyatan merupakan suatu cara memperjuangkan kemerdekaan
dan kedewasaan manusia, yaitu bebas dari penindasan dan penghisapan
serta penghinaan oleh manusia terhadap manusia (Sjahrir, 1982: 84). Bagi
Sjahrir, siapapun yang menindas dan menghisap, tidak peduli kapitalis,
komunis, atau sosialis, harus terus dilawan karena perjuangan yang
sesungguhnya adalah perjuangan untuk kerakyatan.
Tidak hanya komunisme yang ditentang, sosialisme kerakyatan juga
menentang ajaran demokrasi dan kedaulatan rakyat yang abstrak. Ajaran
sosialisme kerakyatan sama dengan demokrasi liberal (Sjahrir, 1982:
99). Bahkan, ajaran sosialisme mengatakan bahwa sosialisme adalah
penyempurnaan dari demokrasi dan kedaulatan rakyat. Menurut ajaran
sosialisme kerakyatan, dalam suatu masyarakat yang sudah benar-benar
sosialis, pemimpin tidaklah dibutuhkan. Adanya persamaan derajat
menyebabkan tidak ada celah untuk perintah-memerintah.
Mengenai kebijakan ekonomi, sosialisme kerakyatan tidak sepaham dengan
kapitalisme yang bersifat monopoli dan tidak sepaham pula dengan
totalitarisme. Visi di bidang ekonomi dari sosialisme kerakyatan: 1)
meninggikan tingkat produksi; 2) menghilangkan cara-cara produksi yang
tidak pada tempatnya dan kuno; 3) memajukan teknik produksi dalam segala
lapangan penghasilan; 4) menggunakan sumber kekayaan alam yang masih
belum dikerjakan di Indonesia dengan cara yang rasionil (Anwar, 1966:
72).
Ujung tombak dari semua cita-cita sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir adalah mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa adalah avant-garde
dalam menciptakan masyarakat sosialis. Mahasiswa adalah kader-kader
terbaik untuk pelaksanaan program-program pembangunan untuk produksi
yang lebih banyak dan distribusi yang lebih baik. Mahasiswa memiliki
kesempatan besar untuk memeproleh pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan untuk menjadi intelligensia rakyat dan kelak diharapkan
menjadi kader dalam membina masyarakat sosialis. Seperti yang dikatakan
Sutan Sjahrir kepada Subadio Sastrosatomo di penjara Madiun berikut ini.
“Penyelesaian revolusi Indonesia adalah di tangan kaum muda kita.
Merekalah yang menentukan hari depan bangsa dan tanah air. Karena itu,
Engkau jangan meremehkan mereka, bimbinglah mereka ke jalan yang benar
ialah jalan pembaruan menuju masyarakat adil dan makmur, tanpa
penghisapan dan penindasan.”
4. Sosialisme Kerakyatan: Relevansinya di Masa Kini
Empat puluh enam tahun berlalu sejak kematian Sutan Sjahrir.
Sosialisme kerakyatan yang ia cita-citakan pun jauh panggang dari api.
Indonesia, kini, menjadi negara demokratis, bukannya sosialis, seperti
yang ia impikan. Cita-cita Sjahrir tentang sosialisme kerakyatan di
Indonesia adalah suatu harapan yang sulit untuk diwujudkan, bahkan Sutan
Sjahrir pun pesimis akan masa depan sosialisme kerakyatan. Berikut
kutipan perkataannya yang dikemukakan dalam pidato Konferensi Sosialis
Asia II di Bombay, India.
“jikalau hukum rimba (the law of jungle) akan berlaku lagi, maka
tidaklah akan ada tempat bagi sosialisme kerakyatan, paling banter cuma
bagi totaliterisme komunis, dan juga tidak akan ada tempat bagi martabat
manusia.” (Anwar, 1966: 71)
Sosialisme kerakyatan adalah konsep yang ideal dan sempurna. Ideal
dalam arti merujuk pada tatanan masyarakat sosialisme kerakyatan yang
diharapkan Sutan Sjahrir, yaitu tidak ada pemimpin karena setiap orang
sadar akan hak dan kewajibannya. Konsep ideal ini hanya dapat diterapkan
pada masyarakat yang ideal pula. Oleh karena itu, konsep yang seperti
ini tidak dapat diterapkan di Indonesia pada masa kini. Hal tersebut
karena masyarakat Indonesia belum menjadi masyarakat ideal. Ideal yang
dimaksud adalah sadar akan kewajiban dan hak, bertanggung jawab atas
segala perbuatannya, dan menghargai hak orang lain. Sosialisme
kerakyatan tidak relevansi dengan kondisi Indonesia masa kini, bukan
karena konsep sosialisme kerakyatan yang tidak jelas, melainkan justru
karena konsepnya terlalu ideal.
Secara keseluruhan, kosep sosialisme kerakyatan ala Sjahrir memang
tidak bisa diterapkan di Indonesia. Namun, salah satu ajaran atau asas
dari pemikiran Sutan Sjahrir tersebut, yaitu solidaritas kemanusian,
adalah salah satu hal yang harus diterapkan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Hal itu karena rasa solidaritas kemanusiaan dapat menciptakan
kehidupan bermasyarakat yang tentram, damai, dan saling menghargai.
Penanaman rasa solidaritas kemanusiaan tersebut haruslah dimulai sejak
dini. Jadi, cara paling efektif untuk menanamkan rasa solidaritas
kemanusiaan kepada masyarakat Indonesia adalah melalui pendidikan
kepada anak-anak. Sejak di bangku sekolah dasar, anak-anak haruslah
diberikan pelajaran moral dan Pancasila sehingga dasar negara kita
benar-benar dihayati dan diamalkan, tidak hanya dibacakan saat upacara.
Jika anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa memiliki rasa
solidaritas kemanusiaan yang kuat, kelak ketika mereka memimpin
Indonesia, niscaya Indonesia akan menjadi negeri yang masyarakatnya
hidup dalam suasana saling menghargai dan menghormati.
5. Kesimpulan
Sosialisme kerakyatan adalah konsep yang mengutamakan solidaritas
kemanusiaan, bukan solidaritas kelas. Sosialisme kerakyatan tidak
mengutamakan perjuangan kelas. Perjuangan kelas dianggap benar jika
tidak melanggar hak-hak kemanusiaan. Meskipun sosialisme kerakyatan ini
diakui Sutan Sjahrir sebagai penyempurnaan dari demokrasi dan kedaulatan
rakyat, sosialisme kerakyatan menentang ajaran demokrasi dan kedaulatan
yang abstrak.
Konsep sosialisme kerakyatan yang dicetuskan oleh Sutan Sjahrir ini
jauh berbeda dengan konsep sosialis yang diterapkan di Cina atau Rusia.
Sosialisme yang identik dengan perjuangan kelas justru ditolak oleh
Sutan Sjahrir. Ia berpendapat bahwa sosialisme bisa dicapai dengan jalan
baik-baik, bukannya revolusi kekerasan. Konsep ini terdengar indah dan
mampu membawa masyarakat ke kehidupan yang lebih baik, tetapi pada
umumnya, kenyataan selalu tak seindah konsepnya.
Di lain pihak, salah satu ajaran dari sosialisme kerakyatan, yaitu
solidaritas kemanusiaan, merupakan salah satu hal yang dapat diterapkan
di Indonesia pada saat ini. Dengan solidaritas kemanusiaan, terciptalah
kehidupan bermasyarakat yang damai, tenteram, dan saling menghargai.
Daftar Pustaka
Anwar, Rosihan. 1966. Perjalanan Terakhir Pahlawan Nasional Sutan Sjahrir. Jakarta: PT. Pembangunan Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Hasyim, Muchlis. 2012. “Sosialisme Kerakyatan Sjahrir Antitesis Komunisme-Fasisme”. http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2012-05-21/136025/Sosialisme_Kerakyatan_Sjahrir_Antitesis_Komunisme-Fasisme. Diunduh pada 31 Mei 2012 Pukul 15.51 WIB
_____ 2012. “Bung Karno Itu Marhaenisme, Sjahrir Itu Sosialisme Kerakyatan, dan Hatta Itu…”. http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2012-05-29/136815/Bung_Karno_Itu_Marhaenisme,_Sjahrir_Itu_Sosialisme_Kerakyatan,_dan_Hatta_Itu… Diunduh pada 31 Mei 2012 Pukul 15.43 WIB
Inilah Koran. “Sosialisme Kerakyatan”. http://www.beritajatim.com/sorotan.php?newsid=1162. Diunduh pada 31 Mei 2012 Pukul 15.47 WIB
Sarah, Ataswarin Moewardi Bambang. 2006. Jejak Pahlawan dalam Aksara. Jakarta: Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia.
Sjahrir, Sutan. 1982. Sosialisme Indonesia Pembangunan Kumpulan Tulisan Sutan Sjahrir. Jakarta: Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional.
Sumber : http://lailahitler.wordpress.com/2012/11/03/sosialisme-kerakyatan-sosialisme-yang-sesungguhnya/